Tentang "Manusia dan Keadilan" #1
Sunday, November 25, 2012
Assalamualaikum semuanya ~(‘▽’~) (~’▽’)~
Alhamdulillah, ini tugas aku yang selanjutnya, tugasnya itu ada 2, nah ini yang pertama, tentang "Manusia dan Keadilan". Sebenernya, deadline nya itu kemarin, tapi karena kemarin pulsa internetnya udah abis, jadi baru hari ini deh bisa diposting hehe :3
Oke, langsung dibaca aja ya \(´▽`)/
Keadilan dan
Kasih
Oleh: Unknown
Oleh: Unknown
Di suatu
tempat dan waktu terdapat seorang kepala suku. Ia sangat dihormati bukan hanya
karena keperkasaan fisiknya, namun juga hikmatnya dalam memimpin sukunya.
Selama masa kepemimpinannya hukum benar-benar ditegakkan sehingga semua anggota
suku merasa aman.
Suatu kali,
terjadi pencurian sapi milik seorang anggota suku. Mendapat laporan itu, Kepala
Suku mengumpulkan rakyatnya dan berkata bahwa siapapun yang melakukan pencurian
itu akan dihukum cambuk 20 kali. Ia berharap agar ancaman tersebut dapat
menghentikan pencurian tersebut.
Tetapi, tiga
hari kemudian, ada lagi warga yang lain yang mengadukan kehilangan ternak
miliknya. Kepala Suku kecewa. Dan ia memberi tahu rakyatnya bahwa ia telah
menaikan ancaman hukuman menjadi 50 kali hukuman cambuk. Sekali lagi, Kepala
Suku berharap bahwa pencurian tersebut adalah yang terakhir.
Ia salah.
Dua hari setelah pemberitahuan kenaikan ancaman tersebut, masih ada warga yang
melaporkan kehilangan harta bendanya. Kepala Suku sudah bukan kecewa lagi,
tetapi marah besar. Dan, ia menaikan ancaman hukuman menjadi 75 kali cambuk.
Seminggu
setelah itu, terjadi keramaian di salah satu sudut wilayah sukunya. Orang
berkerumun. Di tengah-tengah kerumunan itu seorang pemuda berusia 20-an tahun sedang
tersungkur setelah dipukuli warga suku karena kedapatan sementara berusaha
mencuri kambing warga suku. Mereka menginterogasi pemuda itu dan mendapati
bahwa ia adalah orang yang sama yang telah melakukan pencurian yang meresahkan
suku.
Rakyat
kemudian membawanya ke hadapan Kepala Suku. Dengan wajah tertunduk, pemuda itu
berjalan ke rumah Kepala Suku hingga ia tiba di hadapan pemimpin suku tersebut.
Kepala Suku mendekat untuk berusaha melihat wajah pemuda yang telah berlumuran
darah tersebut. Betapa kagetnya ia, ternyata pemuda itu adalah anaknya sendiri.
Kepala Suku
menghadapi dilema. Haruskah ia selaku Kepala Suku menjalankan keadilan dengan
melaksanakan ancaman hukuman cambuk 75 kali tersebut, ataukah ia sebagai
seorang ayah yang mengasihi anaknya membatalkan pelaksanaan ancaman hukuman
tersebut. Ia menyadari bahwa kedua perannya tersebut bukan harus
dipertentangan, tetapi harus diharmoniskan. Ia adalah seorang yang berhikmat.
Kepala Suku
bertitah bahwa hukuman harus dilaksanakan. Hukum harus diberlakukan tanpa
pandang bulu. Warganya, walaupun sangat terharu, makin kagum dengan
kepemimpinan pemimpin mereka.
Keesokan
harinya, sang pemuda dengan punggung telanjang telah diikat di suatu tiang di
tengah lapangan terbuka, dengan seorang algojo berbadan besar yang memegang
cambuk. Ia hari itu bertugas mencambuk punggung pemuda tersebut 75 kali.
Dari atas
tempat duduknya di panggung, Kepala Suku dengan sangat pedih hati,
memerintahkan agar hukuman dipersiapkan. Aba-aba terakhir akan diberikan oleh
Kepala Suku sendiri. Algojo mengambil tempat di dekat pemuda, dan mempersiapkan
cambuknya. Ketika ia mengangkat tanggannya pada posisi tertinggi dan menanti
komando dari Kepala Suku, ia bukan mendengar komando untuk mencambuk, tetapi
"Tunggu...!", teriak sang Kepala Suku.
Dan, Kepala
Suku bergegas turun mendekati anaknya. Setiba di hadapan sang algojo, Kepala
Suku membuka baju kebesarannya, dan makin mendekati anaknya. Warganya terkejut
ketika Kepala Suku tiba-tiba memeluk anaknya yang terikat di batang pohon dan menempelkan
seluruh dadanya di punggung anaknya sehingga seluruh tubuh Kepala Suku yang
besar itu menutupi seluruh tubuh sang pemuda.
Kepala Suku
kemudian memberikan komando eksekusinya. Setiap kali cambukan menghantam tubuh
Kepala Suku, ia berkata kepada anaknya "Ayah mengasihimu,
anakku...!". Saat itulah keadilan dan kasih menjadi suatu keharmonisan
dalam waktu dan tempat yang sama.
0 comment