Hak Asasi Manusia

Thursday, March 20, 2014

Hak asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.

Dalam kaitannya dengan itu, maka HAM yang kita kenal sekarang adalah sesuatu yang sangat berbeda dengan yang hak-hak yang sebelumnya termuat, misal, dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika atau Deklarasi Perancis. HAM yang dirujuk sekarang adalah seperangkat hak yang dikembangkan oleh PBB sejak berakhirnya perang dunia II yang tidak mengenal berbagai batasan-batasan kenegaraan. Sebagai konsekuensinya, negara-negara tidak bisa berkelit untuk tidak melindungi HAM yang bukan warga negaranya. Dengan kata lain, selama menyangkut persoalan HAM setiap negara, tanpa kecuali, pada tataran tertentu memiliki tanggung jawab, utamanya terkait pemenuhan HAM pribadi-pribadi yang ada di dalam jurisdiksinya, termasuk orang asing sekalipun. Oleh karenanya, pada tataran tertentu, akan menjadi sangat salah untuk mengidentikan atau menyamakan antara HAM dengan hak-hak yang dimiliki warga negara. HAM dimiliki oleh siapa saja, sepanjang ia bisa disebut sebagai manusia.

Alasan di atas pula yang menyebabkan HAM bagian integral dari kajian dalam disiplin ilmu hukum internasional. Oleh karenannya bukan sesuatu yang kontroversial bila komunitas internasional memiliki kepedulian serius dan nyata terhadap isu HAM di tingkat domestik. Malahan, peran komunitas internasional sangat pokok dalam perlindungan HAM karena sifat dan watak HAM itu sendiri yang merupakan mekanisme pertahanan dan perlindungan individu terhadap kekuasaan negara yang sangat rentan untuk disalahgunakan, sebagaimana telah sering dibuktikan sejarah umat manusia sendiri. Contoh pelanggaran HAM:
1.      Penindasan dan merampas hak rakyat dan oposisi dengan sewenang-wenang.
2.      Menghambat dan membatasi kebebasan pers, pendapat dan berkumpul bagi hak rakyat dan oposisi.
3.      Hukum (aturan dan/atau UU) diperlakukan tidak adil dan tidak manusiawi.
4.   Manipulatif dan membuat aturan pemilu sesuai dengan keinginan penguasa dan partai tiran/otoriter tanpa diikut/dihadir rakyat dan oposisi.
5.     Penegak hukum dan/atau petugas keamanan melakukan kekerasan/anarkis terhadap rakyat dan oposisi di manapun.

Sumber 


Beberapa definisi tentang Hak Asasi Manusia

Menurut Prof. Darji Darmodiharjo, S.H., mengatakan:
“Hak-hak asasi manusia adalah hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak asasi itu menjadi dasar dari hak dan kewajiban-kewajiban yang lain.”

Terjemahan dari Unesco Courier, Januari 1968, hanya memberikan rumusan tentang hak asasi manusia dan bukan definisi yang menyatakan bahwa hak (asasi) manusia itu merupakan tuntutan-tuntutan yang berakar dalam kodrat manusia sendiri supaya ia dapat bertindak tanpa paksaan dari luar berdasarkan suatu pilihan bebas dan tanggung jawab bebas pula. Yang dipandang sebagai prinsip ialah bahwa tanpa hak-hak itu tidak dapat diketahui sebagai makhluk-makhluk yang berbakatkan intelek dan kemauan.

Seperti kita ketahui, hak-hak asasi, ada kewajiban-kewajiban asasi dalam kehidupan kemasyarakatan kita. Memenuhi kewajiban terlebih dahulu, baru kemudian menuntut hak. Dalam masyrakat yang individualistis, ada kecenderungan paksaan atau tuntutan pelaksanaan hak-hak asasi itu agak berlebihan. Hak asasi tidak dapat dituntut pelaksanaannya secara mutlak, karena penuntutan hak asasi secara mutlak berarti melanggar hak-hak asasi yang sama dari orang lain.

Landasan Teori

Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia

Sejarah perkembangan hak asasi manusia sebenarnya muncul karena keinsyafan manusia terhadap harga diri, harkat dan martabat kemanusiaannya, sebagai akibatnya tindakan sewenang-wenang dari penguasa, penjajahan, perbudakan, ketidakadilan dan kelaliman (tirani) yang hampir melanda seluruh umat manusia. Untuk lebih jelasnya, marilah kita melihat penjelasan dibawah ini:




Hak Asasi Manusia di Indonesia

Berakhirnya Perang Dunia II dan diproklamasikan kemerdekaan Indonesia oleh Proklamator Bunga Karno dan Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945: Hak Asasi Manusia sengaja dicantumkan dalam Pembukaan UUD 1945: Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945

1.      Pengertian UUD 1945
Dalam penjelasan tentang UUD 1945 angka 1 disebutkan bahwa:
“Undang-undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukum dasar negara itu. Undang-undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar tidak tertulis, aturan-aturan yang timbul terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis”.

Oleh karena itu, dikenal dua macam hukum dasar yaitu:
Hukum dasar tertulis, yaitu Undang-undang Dasar
Hukum dasar yang tiak tertulis, umumnya disebutkan konvensional

Drs. C. S. T. Kansil SH. Mengartikan arti konstitusi negara atau Undang-undang Dasar ialah peraturan negara dan merupakan batang tubuh suatu negara yang memuat ketentuan-ketentuan pokok dan menjadi salah satu sumber dari peraturan-peraturan lainnya yang kemudian dikeluarkan oleh negara itu. Dan ternyata di dunia ini ada 2 macam konstitusi yaitu konstitusi tertulis (Written constitution) dan konstitusi tidak tertulis (Unwritten constitution).

Hukum dasar tertulis yang berlaku di Indonesia adalah UUD 1945 yang merupakan keputusan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang bersidang pada tanggal 18 Agustus 1945 di Jakarta. Naskah resmi UUD 1945 dikeluarkan dan diumumkan dalam bentuk berita Republik Indonesia tahun ke II No. 07 Tahun 1946 yang dikeluarkan pada tanggal 15 Februari 1946.

2.      Kedudukan UUD 1945
Kedudukan UUD 1945 adalah sebagai berikut:
·         Sebagai hukum dasar yang tertulis
Sebagai hukum dasar, UUD 1945 bersifat mengikat, baik pemerintahan dengan lembaga-lembaganya maupun warga negara Indonesia dimana saja serta setiap penduduk yang berada di wilayah Indonesia. Di samping sebagai hukum dasar, UUD 1945 juga berisi norma-norma dan aturan-aturan yang harus ditaati. UUD 1945 adalah hukum dasar yang tertulis, maka UUD 1945 juga lebih terang bila dibandingkan dengan hukum dasar yang tidak tertulis, juga mempunyai sifat lebih kaku dan lebih sulit untuk mengubahnya karena dibuat oleh lembaga negara tertentu dan sengaja untuk diadakan.

·         Sebagai sumber hukum
UUD 1945 menjadi sumber hukum bagi perundang-undangan organik yaitu Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan peraturan-peraturan lainnya Keteapan itu berdasarkan Hirarki peraturan perundangan yang diatur dalam TAP MPR No. III/MPR/2000 adalah sebagai berikut:
a.       UUD 1945
b.      TAP MPR
c.       Undang-undang
d.      Peraturan Pemerintah sebagai pengganti UU (PERPU)
e.       Peraturan Pemerintah
f.       Keputusan Pemerintah/Presiden
g.      Peraturan Daerah

Dengan demikian setiap produk hukum yang dihasilkan dan dilaksanakan haruslah dilandaskan pada UUD 1945. Konsekuensinya bila ada Peraturan Perundang-undangan yang bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan tertinggi, haruslah dicabut dan tidak boleh diberlakukan.

·         Sebagai alat kontrol dan keseimbangan
Dalam pelaksanaan pemerintahan di Indonesia, UUD 1945 berfungsi sebagai alat kontrol dan keseimbangan antara lembaga-lembaga negara maupun lembaga-lembaga masyarakat agar berjalan pada jalur yang telah ditetapkan oleh Undang-undang dan peraturan lainnya. Dengan sistem seperti itu diharapkan perilaku kekuasaan negara tidak berjalan sewenang-wenang.

3.      Bentuk dan sifat HAM dalam UUD 1945
Pengakuan dan perlindungan HAM dalam UUD 1945 dapat dilihat dari 3 segi yaitu:
a.       Sebagai alat kontrol dan keseimbangan yang merupakan salah satu fungsi UUD 1945
b.      Nilai-nilai yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945
c.       Pasal-pasal yang secara langsung memuat tentang hak-hak asasi manusia (HAM)

Dengan adanya sistem kontrol dan keseimbangan dalam sistem pemerintahan di Indonesia, diharapkan para pemegang kekuasaan negara dalam menjalankan tugasnya tidaklah melepaskan diri dari mana aplikasi pelaksanaan hukum lebih sering diwujudkan dalam bentuk perundang-undangan, karena dianggap lebih kuat, dengan sebab adanya keterlilbatan pihak penguasa. Maka dengan undang-undang tersebut masyarakat dapat diatur, dicegah kezaliman-kezalimannya dan diamin oleh HAM-nya, bagi keadilan dan dituntun oleh suatu bangsa. Oleh sebab itu, perlu dibentuk suatu negara yang menjamin HAM, yaitu negara hukum. Negara bisa dikatakan negara hukum, biasanya mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a.       Pengakuan dan perlindungan HAM yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
b.      Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh suatu kekuasaan atau kekuasaan apapun juga.
c.       Legalitan dalam segala artian bentuknya.

Agar tidak terjadi ketimpangan dalam masyarakat dan pemerintahan yang melaksanakan, maka dalam negara harus tidak boleh terjadi ketidakseimbangan antara pelaksanaan hak, kewajiban dan tanggung jawab. Yang semua itu adalah merupakan unsur-unsur dari hukum. “Penekanan aspek hak dapat menimbulkan anarkhis, sedang penekanan aspek kewajiban dapat menimbulkan sifat-sifat otoriter, sebalilknya penekanan aspek tanggung jawab dapat menimbulkan gejala komunal”.


Hak Asasi Manusia dalam Undang-undang
    Untuk menjamin pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia, direalisasikan dalam bentuk Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tanggal 23 September 1999.

Referensi: Drs. H. Djumhardjinis, MM, Bc.HK. 2012. Pendidikan Pancasila, Demokrasi dan Hak Azasi Manusia (Suplemen Materi Perkuliahan). Jakarta

You Might Also Like

0 comment